ASEA UNINET - ASEAN EUROPEAN UNIVERSITY NETWORK
Summer university Program
Kehidupan di Jogja tidak seperti yang aku bayangkan ketika aku ada di
Bandung. Tidak semuannya indah. Hidupku dibagi dalam dua hal: kenikmatan dalam
berpikir dalam kerangka akademik dan penderitaan berpikir dalam arti
sesungguhnya, yaitu bisnis yang kacau. Keduanya berjalan secara bersamaan.
Dalam kehidupan akademik aku sangat menikmatinya, segalanya berubah, terutama
kehidupan hubungan sosial sangat berkembang, diskusi, mengorganisir sesuatu,
memecahkan kasus, presentasi, makan bareng, piknik bareng atau sekedar
foto-foto. Dan dalam kehidupan bisnis aku adalah orang terbodoh didunia, dan
aku harus menuntut seorang kerabat kerajaan mataram ke pengadilan dalam kasus
ratusan juta rupiah, dan karena itu aku nggak ngerjain apa – apa untuk tesisku,
selama empat bulan aku merasa mati. Jika aku tidak berpikir sama sekali, atau
tidak berpikir sesuatu yang positif maka aku dalam keaadaan mati. Aku tidak ke
jogja selama empat bulan, dan aku mengambil dua mata kuliah konsentrasi secara
independen, satu mahasiswa satu dosen: e-Business.
Lalu entah kenapa, tiba – tiba aku merasa harus mengakhiri kuliah ku, dan
hanya dalam seminggu semuanya selesai, dosen memujiku dan merekomendasikan big
paper ku, sebuah business plan tentang 3G, kepada koleganya. Aku
menolak. Aku ingin ideku akan ku presentasikan ke Telkomsel, karena Telkomsel
masih milik republik, walau tidak single majority owner. Dosenku itu adalah
direktur MM bidang akademik & kemahasiswaan, seorang yang sangat perhatian
padaku, dia dulu merekomendasikan aku masuk kelas Internasional, tetapi aku
menolak karena aku melihat kelas itu sebagai kelas borjuis Jetzet. Sebenarnya
pandanganku salah. Dia memberiku nila A dan merekomendasikan aku untuk ikut
International Summer University – Indonesia 2007, MMUGM - Asian-European
University Network (ASEA-UNINET), selama 3 minggu. hanya 15 orang yang bisa
ikut, dia menilai aku mampu karena tahun 2006 aku ambil kelas internasional,
diampu oleh dosen dari Wu-Wien Austria: International Trade, dan grade ku A- ,
sebuah grade yang sulit menurutnya.
Dan begitulah, kehidupan gaya barat dimulai.
20an lebih mahasiswa dari Wu-Wien Austria, berasal dari berbagai negara
eropa: Jerman, Austria, Bosnia, Brasil, Hongaria, Italia dll ambil bagian dalam
program summer university itu. Kebanyakan undergraduate student dan hanya 3-5
orang yang ambil master. Kebanyakan gadis, dan cantik – cantik tentunya.
Aku sudah memiliki pengalaman internasional sebelumnya: APEC youth science
festival 2000. Jadi mudah bagiku untuk bersosialisasi dengan mereka (dengan
bahasa inggris yang kacau). Mahasiswa pertama yang kukenal adalah Gabor Engel,
seorang yahudi, tapi kami bersahabat sangat – sangat baik, walau kami juga
berdebat soal agama dan nasionalisme. Benar, kami bersahabat. Kemudian gadis
pertama yang kukenal adalah Doris Friedrich (kurasa aku naksir berat), kemudian
Marion Schulz, Daniella Pattern, Birte F Nerz (kulihat kamu di dalam dirinya),
Marlies Hack, yang kemudian menjadi sangat akrab dengan ku dalam 3 minggu.
Tuhan menghidupkan ku lagi dari mati suri.
Kelas dimulai jam 08.30, coffee break jam 10, dan makan siang jam
12.30-13.30 kemudian project, sampai jam 16.00 atau kunjungan Small and Medium Enterprise
di lingkungan jogja sampai jam 17.00. Aku merasa lebih PD karena banyak anak
undergraduate, jadi walau mereka merasa lebih pede dan kadang agak ngeyelan
karena mereka mengira barat lebih maju dibanding Indonesia, namun aku bisa
membuat mereka kagum dengan apa yang aku omongkan dan kagum dengan bagai mana
saya mengomongkan sesuatu. Namun begitu, ketika presentasi aku kadang grogi
juga, padahal di MM aku sudah kenyang dengan yang namanya presentasi.
Kelas dijalankan seperti kelas – kelas kuliahku sebelumnya, dosen dari
Austria mengajar dengan cara yang tak jauh beda dengan dosen kita, materi
kuliah banyak yang sudah aku pahami namun ada beberapa tambahan yang
komprehensif. Kami diskusi, membahas kasus dalam kelompok kecil, presentasi,
debat, belajar leadership, memahami kekurangan kita dan mencoba memperbaikinya.
Kehidupan yang kulalui selama tiga minggu itu seperti di film – film holywood.
Aku waktu itu berharap dan berpikir seandainya kamu juga bergabung di program
ini, pasti rasa senang dan experience yang aku dapat juga kamu dapatkan, aku
selalu berharap kamu lebih hebat, karena aku sangat yakin kamu memiliki potensi
yang jauh melebihi pencapaianmu saat ini... dan alasan utama aku naksir kamu
dulu adalah karena kamu gadis yang luarbiasa. Tapi hidup sudah berubah, aku
hanya tetap mengagumi mu saja.
Setiap malam kami makan malam bersama, booking caffee atau rumah makan atau
jalan ke Mall. Kami makan hanya 30 menit tapi kami ngobrol sampai jam 11 an dan
kadang dilanjutkan ngobrol lagi di wisma MM atau jalan-jalan. Tak semua cara
hidup mereka aku ikuti, tapi aku bisa menerima mereka, misalnya para gadis pada
merokok, minum Bir Bintang atau Dugem. Aku selalu mengatakan kepada mereka aku
adalah Muslim. Mereka mengerti bagaimana seorang muslim hidup.
Satu kelompokku terdiri dari: ISMAIL, MARION, PHILIPP, DANIELLA, JULIANA, ALISTRIORINI.
Kelompok yang dinamis. Ketika kuliah tentang Indonesian Leadership Style kami
ada tugas diskusi tentang kepemimpinan Indonesia dalam berbagai Orde dan Era.
Aku menceritakan kepada mereka jaman raja – raja hingga reformasi, mereka heran
dan mengira aku lulusan sekolah sejarah, dan kalian tentu ingat
siapa teman dekatku yang membuat aku melek sejarah dan politik: PARENTA WIJAYA.
Mereka lebih heran lagi karena aku juga bisa menceritakan sejarah eropa
(sedikit) dan mengerti negara mereka, Austria. Aku punya ensiklopedi ENCARTA di
laptopku dan aku selalu conect internet, jadi informasi apa yang tidak bisa
kita dapatkan? Mereka baru sadar bahwa kita juga nggak bodoh – bodoh amat.
Dari tempat duduk ku yang paling depan, satu kelompok, aku memisahkan diri
duduk di belakang mendekati tiga cewek yang selalu bersama dan tak terpisahkan:
Doris, Marlies, Birte. Hasrat laki – laki. Sapaan pertamakau adalah ke birte:
“ist hier noch frei” dia bilang “Ja Bitte”. Dan suatu ketika Aku bilang ke
Doris : I love your style, I love to see you always feel sleepy, I love the way
you wear shawl and jacket, I love your hair, I love the way you stand, walk and
sit indolently without energy, dia tersenyum dan bilang, “du bist nett, vielen
dank “. Dan marlies selalu senang menunjukkan foto-foto bunga di kameranya
kepadaku. Sejak saat itu aku selalu hadir diantara mereka, jadi tukang foto.
Di malam Indonesian and Austrian evening banyak hal yang membuat hatiku
mengembang. Aku menyapa semua orang yang datang, karena aku kebagian tugas
mengalungkan bunga melati di leher mereka. Dan kami larut dalam suasana bahagia
dan haru. Aku memakai beskap dan keris, istri profesorku mengagumi keris ku dan
ngajak ngobrol ngalor ngidul soal keris, aku hanya bisa cerita soal empu
gandring. Aku memberi Gabor, yahudi itu, blankon ku. Dia sangat terharu. Dan
ada sesuatu yang membuatku merasakan perasaan melankolis, ketika Birte mengajak
dansa, dan kulihat dalam diri Birte adalah Anelies, yang selalu Minke kagumi. Minke
kagumi, itu saja. ---Minke: Bumi Manusia....
Suatu malam aku ke wisma MM, membawa jarik yang kupakai dan aku pesan ke
resepsionis untuk dikasihkan Birte jam 05.30 pagi. Dalam jarik itu kuselipkan
surat.
Dear Birte,
I would like to say thanks to you for inviting me to dance last Thursday. I
was suprised when I had no idea how to dance and what I should do, I just stood
behind the line and suddenly you came to me and hold my hand, take me to the
floor. It is mean every thing for me, you hold my hand and draw / pull me. In
movie, a man / boy ask permission women / girl and invite to dance and hold her
hand, draw her to the floor, but you, you surprising me, wunderbar, das macht spass.
I only know American or Eropean dancing on the movie ( I always say to Marlies that I only know Western life from movie), and you bring
the movie-like world to me and last Thursday, it was my
best experience. I have never hold girl’s hand like that, and I have no girl
friend, just because I don’t want it (may be you heard our conversation with
Marlies, Ines and Susan when we dinner in Malioboro: I don’t want to have girl
friend). So, it was first time for me when a girl holds my hand, and I really
appreciate you to regard me and give your attention to me. I know you are a
very good friend.
If you are
Indonesian may be I want to say “Ich
liebe dich”, but I don’t want it happen before I finish my study in MM UGM
and get a good job, even to any Indonesian girl. So I just say “Du bist nett”, and I want you to know
how glad I am, when there is a German-Austrian girl pays attention to me.
Hmm…lucky me.
I give you my Batik fabric, like the batik fabric I wore last Thursday, as a
gift / present to show how I appreciate you. Actually I want to gave it to you
at the end of Indonesian & Austrian Evening (I have three batik fabric: for me, Arum and one for
reserve) but I can not found you, so I give it now (and I’ll also give Marlies
one, but later). You show me that you pay attention to me much and regard me as
close friend. Thank you very much. Vielen
dank. Ich freue mich,
dich zu sehen. Ich freue mich,
dich kennenzulernen.
By the way, am I
understandable…? hehehe……..
Keep in touch
with me after you leave Indonesia.
My best regard,
Birte, tidak bicara padaku keesokan harinya, ketika makan siang barulah ia
menghampiriku dan bicara banyak, bagaimana dia merasa sangat senang dan
berterima kasih, sekaligus mengatakan ke aku: kamu laki – laki yang aneh. Ya...
memang. Aku memang laki – laki yang aneh. Dia bilang: Kenapa aku tidak memulai bicara
lebih dahulu... oh bodohnya aku, sejak SMA sampai ambil master masih bodoh
dalam hal memecahkan misteri wanita. Profesor elsik yang di minggu pertama
ngasih kuliah pernah berkata padaku ketika aku hanya diam saja di meja kelas
bagian terdepan saat menganalisis kasus, padahal kananku Marion kiriku Daniela,
aku hanya mikir sendiri, lalu profesor bicara keras sampai anak-anak ketawa:
“no body talk to you? You are a man! You must start talking with girls, not
them”.
Tapi Mereka orang barat yang bersosialisasi tanpa mengenal rasa sungkan,
ewuh – pekewuh dan rasa bersalah, jadi tak ada apa-apa antara aku dan dia,
hanya berteman baik, dan dia selalu sangat menghargai aku. Lucky me.
Hari berikutnya, Marlies aku kasih jarik juga, Doris aku kasih Sampul Hari
Pertama prangko (SHP) hari flora dan fauna nasional tahun 1995 seri tumbuhan
dan binatang langka, dan sebuah SHP tentang istana kepresidenan di Indonesia
tahun 1998. Marion aku kasih SHP Reformasi, Philipp aku kasih SHP Bendera
Indonesia, sedangkan Stefan kukasih SHP Presiden Habibie, SHP sir rowland hill
dan Machael kukasih SHP peluncuran satelit palapa C tahun 1996....
koleksi-koleksi berhargaku. Ines dan theresa kukasih seplastik cengkih kering dari
ibuku, mereka suka merokok yang ada cengkihnya dan masak masakan yang spicy....tidak
seperti mahasiswa austria lain, ines suka masakan indonesia yang spicy. Dan ada
satu lagi: Kai, dia agaknya ngejar Doris juga, dan akhirnya aku kasih keris “I
give you my sword, my keris, do not mean I surrender to you, but it is as
symbol that our people do not like war but if we threatened we will war. And it
is as symbol of coronation, you are our ally” Kai pernah di wajib militer
selama setahun dan dia melarikan diri, dengan bantuan orang tuanya yang super
kaya. Lalu aku pindah lagi ke meja depan, dan banyak ngobrol dengan kelompokku,
makin kohesif. Gabor yang selalu menjadi teman baikku selalu berusaha ngajak
ngobrol dari yang santai hingga yang ringan, seperti tukar – tukaran cara
mengikat dasi.
Di suatu makan malam aku bicara dengan Stefan, dia laki – laki yang agak
aneh juga, aku juga bicara dengan Philipp dia nggak lancar bahasa inggrisnya,
mereka bicara jerman, dan Machael juga ngajak aku ngobrol. Pembicaraan kami
mengenai bagaimana saya bisa memulai hidup di Viena Austria jika aku hanya
datang modal tiket pesawat dan visa. Namun ketiganya juga bingung menjawab dan
akhirnya Ines, seorang Itali yang tinggal di Viena Austria menjelaskan panjang
lebar. Ines berjanji akan membantuku hidup disana jika aku benar – benar ke
Viena...ehm....kapan ya?
Di suatu makan malam pula, di sebuah resto mahal di jogja, entah namanya apa,
aku semeja dengan profesorku tahun lalu di International Trade, dan aku
bertanya, ”profesor, do you remember name Abdul Rahman Ismail?”---“Abdul Rahman
Ismail? Wait a minute...ehm..aha...ismail?”---“ya, me, I was attending your
class last summer” ---“what grade you got?”- “A-”-“ya, I remember you, your minus is your silent, and have you
finished your study?” --- “I have finished my theory, the only remain to do is
my thesis”—“ what is your major and what is your thesis all about?”
“e-Business, my thesis about analysis of effectiveness marketing communication
by means of friendster.com, a virtual social networking web site that famous in
Indonesia”, ---“well it is interesting..keep moving on” “thank you”.
Suatu ketika aku tanya sesuatu, ke Phillip, dia aktor opera dan juga
seniman pemalu di kampus Wu-Wien/ Viena university, selain belajar bisnis. Dia duduk
sendiri dalam satu meja yang terdiri dari Aku, arum dan Aris. “philipp my
friend, do you have a girl friend?” Arum tertawa, karena kami sepakat mau
nggarapi dia. “no at the moment”, lalu arum bertanya,”Who is girl that
interesting you? From Indonesia?” –“may be you”...hahaha.... semua ketawa, “how
about Marion? I see you expect something from her”...”Ya may be”... “then
ismail, do you have any Austrian girl interesting you?” aku jawab”Marion!!” dia
langsung berubah raut muka, agak melas melas... kami semua tertawa... “I’m just
kiding” “actualy I like Doris (aku benar benar suka dia), Birte, Marlies” lalu
kami menyemangati dia untuk menggaet Marion. Dan akhirnya aku yang jadi tukang
foto untuk memaksa mereka foto berdekatan dan mesra..... yang kuharapkan adalah
mereka menghabiskan sisa liburan musim panasnya di Bali, dan mereka benar-benar
kesana setelah summer university berakhir.
Kisah terus dimulai dan diisi dan harus diakhiri, (ini hanya sebuah program
summer class), aku sendiri tak ingin semua ini berakhir. Di akhir cerita kami
harus menyiapkan presentasi temuan kami atas kunjungan ke beberapa SME di
jogja, menganalisinya, dan mengajukan usulan untuk perbaikan. Kami begadang di
wisma MM, dan esoknya kami presentasi di faculty meeting room lantai 5, dihadapan
pak kepala sekolah dan pak direktur MM serta profesor Austria. Akhirnya selesai
juga dan dilanjutkan acara penutupan. Sebelumnya Gabor ngobrol dengan pak
direktur MM, dosenku, dia nyinggung namaku. Dan setelah itu, pak direktur MM,
berpidato ia menyebut namaku: ”.......lewat program ini kalian telah belajar
dan berubah, beradaptasi secara kultural. Dulu Ismail...nah dia duduk
dibelakang sana sekarang sambil tersenyum, dulu ismail sangat diam, namun tiga
minggu ini dia sudah banyak ngomong, dan lihatlah wajahnya dia merasa sangat
bahagia.........” dasar si Gabor kurang ajar.
Malamnya kami mengadakan farewell party. Dan aku menyanyi lagu diiringi
orjen: bersamamu, kulalui, lebih dari seribu malam..............Tuhan bila
masih ku diberi kesempatan...ijinkan aku untuk mencintanya... namun jika
waktuku telah habis dengannya biar cinta hidup skali ini saja......
Melankolis memang, tapi yang benar – benar sedih malah si juliana (dia anak
unpad 98). Walau aku sudah banyak ngomong dan aktif di kelas selam 3 minggu
tetap saja aku mendapatkan peringkat mahasiswa paling Calm..... oh God kapan
predikat itu lenyap dari hidupku. Dan yang tercantik adalah Marion (padahal aku
udah voting Doris untuk yang tercantik) dan Yang tercakep adalah Abram, temanku
yang sering nyanyi lagu kla JOGJA. Benar – benar menyedihkan, aku ingat ketika
di singapura dulu, temanku Soo Jung Lee sempat menangis ketika acara farewell
party...
Di depan wisma, kami berdiri lama, lebih dari satu jam. Kami saling
berpelukkan, aku memeluk Gabor, machael, Phillipp.... semua.... tapi aku tidak
memanfaatkan kesempatan itu untuk memeluk Doris, Birte, Marlies atau Marion,
bahkan ines sudah siap – siap mnyentuhkan pipinya kepadku, tapi aku hanya
menyalami mereka dengan erat....dan lama, terutama Doris. Aku berkata pada
Marion bahwa aku akan berdiri di situ sampai semua orang pergi. Aku ingin
melihat mereka sampai terakhir kali... tak ada yang pergi... akhirnya kami
minum – minum di sagan resto sampai jam tiga pagi. Mereka semua minum bir
bintang, aku cukup minum capucino. Dan aku ngobrol panjang lebar dengan mereka:
Marion, Gabor, Ines, Mechael, sussane, philipp dan alex, koordinator mereka.
“you have to come to viena, Ismail”---“I will but I do not know when, ich habe
kein geld”. dan aku berkata ke alex”how about North america: Mexico
city”—“ya...North america”....sebelumnya ada cerita
tentang North america antara aku dan alex..tapi that was man
business.
Begitulah tiga minggu yang indah bersama mereka, hidup
terus berjalan dan berubah... tapi hidup bukan sesuatu yang keras... hidup
cukup menyengankan untuk dilalui, seperti jalan menuju gunung lawu yang biru
dan hijau berliku-liku dan kadang berkerikil.....
“you have the quisionaire that you have, you got the interviewee you got,
you facing trouble you meet, like a perfect life, just how you manage it,
organize it and maximize it”, pesan profesor elsik itu yang menyadarkanku
tentang kenyataan hidup. Jalani, hadapi dan maksimalkan.