Tuesday, August 07, 2007

ASEA UNINET - ASEAN EUROPEAN UNIVERSITY NETWORK


ASEA UNINET - ASEAN EUROPEAN UNIVERSITY NETWORK
Summer university Program

Kehidupan di Jogja tidak seperti yang aku bayangkan ketika aku ada di Bandung. Tidak semuannya indah. Hidupku dibagi dalam dua hal: kenikmatan dalam berpikir dalam kerangka akademik dan penderitaan berpikir dalam arti sesungguhnya, yaitu bisnis yang kacau. Keduanya berjalan secara bersamaan. Dalam kehidupan akademik aku sangat menikmatinya, segalanya berubah, terutama kehidupan hubungan sosial sangat berkembang, diskusi, mengorganisir sesuatu, memecahkan kasus, presentasi, makan bareng, piknik bareng atau sekedar foto-foto. Dan dalam kehidupan bisnis aku adalah orang terbodoh didunia, dan aku harus menuntut seorang kerabat kerajaan mataram ke pengadilan dalam kasus ratusan juta rupiah, dan karena itu aku nggak ngerjain apa – apa untuk tesisku, selama empat bulan aku merasa mati. Jika aku tidak berpikir sama sekali, atau tidak berpikir sesuatu yang positif maka aku dalam keaadaan mati. Aku tidak ke jogja selama empat bulan, dan aku mengambil dua mata kuliah konsentrasi secara independen, satu mahasiswa satu dosen: e-Business.

Lalu entah kenapa, tiba – tiba aku merasa harus mengakhiri kuliah ku, dan hanya dalam seminggu semuanya selesai, dosen memujiku dan merekomendasikan big paper ku, sebuah business plan tentang 3G, kepada koleganya. Aku menolak. Aku ingin ideku akan ku presentasikan ke Telkomsel, karena Telkomsel masih milik republik, walau tidak single majority owner. Dosenku itu adalah direktur MM bidang akademik & kemahasiswaan, seorang yang sangat perhatian padaku, dia dulu merekomendasikan aku masuk kelas Internasional, tetapi aku menolak karena aku melihat kelas itu sebagai kelas borjuis Jetzet. Sebenarnya pandanganku salah. Dia memberiku nila A dan merekomendasikan aku untuk ikut International Summer University – Indonesia 2007, MMUGM - Asian-European University Network (ASEA-UNINET), selama 3 minggu. hanya 15 orang yang bisa ikut, dia menilai aku mampu karena tahun 2006 aku ambil kelas internasional, diampu oleh dosen dari Wu-Wien Austria: International Trade, dan grade ku A- , sebuah grade yang sulit menurutnya.

Dan begitulah, kehidupan gaya barat dimulai.
20an lebih mahasiswa dari Wu-Wien Austria, berasal dari berbagai negara eropa: Jerman, Austria, Bosnia, Brasil, Hongaria, Italia dll ambil bagian dalam program summer university itu. Kebanyakan undergraduate student dan hanya 3-5 orang yang ambil master. Kebanyakan gadis, dan cantik – cantik tentunya.

Aku sudah memiliki pengalaman internasional sebelumnya: APEC youth science festival 2000. Jadi mudah bagiku untuk bersosialisasi dengan mereka (dengan bahasa inggris yang kacau). Mahasiswa pertama yang kukenal adalah Gabor Engel, seorang yahudi, tapi kami bersahabat sangat – sangat baik, walau kami juga berdebat soal agama dan nasionalisme. Benar, kami bersahabat. Kemudian gadis pertama yang kukenal adalah Doris Friedrich (kurasa aku naksir berat), kemudian Marion Schulz, Daniella Pattern, Birte F Nerz (kulihat kamu di dalam dirinya), Marlies Hack, yang kemudian menjadi sangat akrab dengan ku dalam 3 minggu. Tuhan menghidupkan ku lagi dari mati suri.

Kelas dimulai jam 08.30, coffee break jam 10, dan makan siang jam 12.30-13.30 kemudian project, sampai jam 16.00 atau kunjungan Small and Medium Enterprise di lingkungan jogja sampai jam 17.00. Aku merasa lebih PD karena banyak anak undergraduate, jadi walau mereka merasa lebih pede dan kadang agak ngeyelan karena mereka mengira barat lebih maju dibanding Indonesia, namun aku bisa membuat mereka kagum dengan apa yang aku omongkan dan kagum dengan bagai mana saya mengomongkan sesuatu. Namun begitu, ketika presentasi aku kadang grogi juga, padahal di MM aku sudah kenyang dengan yang namanya presentasi.


Kelas dijalankan seperti kelas – kelas kuliahku sebelumnya, dosen dari Austria mengajar dengan cara yang tak jauh beda dengan dosen kita, materi kuliah banyak yang sudah aku pahami namun ada beberapa tambahan yang komprehensif. Kami diskusi, membahas kasus dalam kelompok kecil, presentasi, debat, belajar leadership, memahami kekurangan kita dan mencoba memperbaikinya. Kehidupan yang kulalui selama tiga minggu itu seperti di film – film holywood. Aku waktu itu berharap dan berpikir seandainya kamu juga bergabung di program ini, pasti rasa senang dan experience yang aku dapat juga kamu dapatkan, aku selalu berharap kamu lebih hebat, karena aku sangat yakin kamu memiliki potensi yang jauh melebihi pencapaianmu saat ini... dan alasan utama aku naksir kamu dulu adalah karena kamu gadis yang luarbiasa. Tapi hidup sudah berubah, aku hanya tetap mengagumi mu saja.

Setiap malam kami makan malam bersama, booking caffee atau rumah makan atau jalan ke Mall. Kami makan hanya 30 menit tapi kami ngobrol sampai jam 11 an dan kadang dilanjutkan ngobrol lagi di wisma MM atau jalan-jalan. Tak semua cara hidup mereka aku ikuti, tapi aku bisa menerima mereka, misalnya para gadis pada merokok, minum Bir Bintang atau Dugem. Aku selalu mengatakan kepada mereka aku adalah Muslim. Mereka mengerti bagaimana seorang muslim hidup.

Satu kelompokku terdiri dari: ISMAIL, MARION, PHILIPP, DANIELLA, JULIANA, ALISTRIORINI. Kelompok yang dinamis. Ketika kuliah tentang Indonesian Leadership Style kami ada tugas diskusi tentang kepemimpinan Indonesia dalam berbagai Orde dan Era. Aku menceritakan kepada mereka jaman raja – raja hingga reformasi, mereka heran dan mengira aku lulusan sekolah sejarah, dan kalian tentu ingat siapa teman dekatku yang membuat aku melek sejarah dan politik: PARENTA WIJAYA. Mereka lebih heran lagi karena aku juga bisa menceritakan sejarah eropa (sedikit) dan mengerti negara mereka, Austria. Aku punya ensiklopedi ENCARTA di laptopku dan aku selalu conect internet, jadi informasi apa yang tidak bisa kita dapatkan? Mereka baru sadar bahwa kita juga nggak bodoh – bodoh amat.

Dari tempat duduk ku yang paling depan, satu kelompok, aku memisahkan diri duduk di belakang mendekati tiga cewek yang selalu bersama dan tak terpisahkan: Doris, Marlies, Birte. Hasrat laki – laki. Sapaan pertamakau adalah ke birte: “ist hier noch frei” dia bilang “Ja Bitte”. Dan suatu ketika Aku bilang ke Doris : I love your style, I love to see you always feel sleepy, I love the way you wear shawl and jacket, I love your hair, I love the way you stand, walk and sit indolently without energy, dia tersenyum dan bilang, “du bist nett, vielen dank “. Dan marlies selalu senang menunjukkan foto-foto bunga di kameranya kepadaku. Sejak saat itu aku selalu hadir diantara mereka, jadi tukang foto.

Di malam Indonesian and Austrian evening banyak hal yang membuat hatiku mengembang. Aku menyapa semua orang yang datang, karena aku kebagian tugas mengalungkan bunga melati di leher mereka. Dan kami larut dalam suasana bahagia dan haru. Aku memakai beskap dan keris, istri profesorku mengagumi keris ku dan ngajak ngobrol ngalor ngidul soal keris, aku hanya bisa cerita soal empu gandring. Aku memberi Gabor, yahudi itu, blankon ku. Dia sangat terharu. Dan ada sesuatu yang membuatku merasakan perasaan melankolis, ketika Birte mengajak dansa, dan kulihat dalam diri Birte adalah Anelies, yang selalu Minke kagumi. Minke kagumi, itu saja. ---Minke: Bumi Manusia....


Suatu malam aku ke wisma MM, membawa jarik yang kupakai dan aku pesan ke resepsionis untuk dikasihkan Birte jam 05.30 pagi. Dalam jarik itu kuselipkan surat.


Dear Birte,

I would like to say thanks to you for inviting me to dance last Thursday. I was suprised when I had no idea how to dance and what I should do, I just stood behind the line and suddenly you came to me and hold my hand, take me to the floor. It is mean every thing for me, you hold my hand and draw / pull me. In movie, a man / boy ask permission women / girl and invite to dance and hold her hand, draw her to the floor, but you, you surprising me, wunderbar, das macht spass.

I only know American or Eropean dancing on the movie ( I always say to Marlies that I only know Western life from movie), and you bring the movie-like world to me and last Thursday, it was my best experience. I have never hold girl’s hand like that, and I have no girl friend, just because I don’t want it (may be you heard our conversation with Marlies, Ines and Susan when we dinner in Malioboro: I don’t want to have girl friend). So, it was first time for me when a girl holds my hand, and I really appreciate you to regard me and give your attention to me. I know you are a very good friend.

If you are Indonesian may be I want to say “Ich liebe dich”, but I don’t want it happen before I finish my study in MM UGM and get a good job, even to any Indonesian girl. So I just say “Du bist nett”, and I want you to know how glad I am, when there is a German-Austrian girl pays attention to me. Hmm…lucky me.

I give you my Batik fabric, like the batik fabric I wore last Thursday, as a gift / present to show how I appreciate you. Actually I want to gave it to you at the end of Indonesian & Austrian Evening (I have three batik fabric: for me, Arum and one for reserve) but I can not found you, so I give it now (and I’ll also give Marlies one, but later). You show me that you pay attention to me much and regard me as close friend. Thank you very much. Vielen dank. Ich freue mich, dich zu sehen. Ich freue mich, dich kennenzulernen.

By the way, am I understandable…? hehehe……..
Keep in touch with me after you leave Indonesia.


My best regard,




Birte, tidak bicara padaku keesokan harinya, ketika makan siang barulah ia menghampiriku dan bicara banyak, bagaimana dia merasa sangat senang dan berterima kasih, sekaligus mengatakan ke aku: kamu laki – laki yang aneh. Ya... memang. Aku memang laki – laki yang aneh. Dia bilang: Kenapa aku tidak memulai bicara lebih dahulu... oh bodohnya aku, sejak SMA sampai ambil master masih bodoh dalam hal memecahkan misteri wanita. Profesor elsik yang di minggu pertama ngasih kuliah pernah berkata padaku ketika aku hanya diam saja di meja kelas bagian terdepan saat menganalisis kasus, padahal kananku Marion kiriku Daniela, aku hanya mikir sendiri, lalu profesor bicara keras sampai anak-anak ketawa: “no body talk to you? You are a man! You must start talking with girls, not them”.

Tapi Mereka orang barat yang bersosialisasi tanpa mengenal rasa sungkan, ewuh – pekewuh dan rasa bersalah, jadi tak ada apa-apa antara aku dan dia, hanya berteman baik, dan dia selalu sangat menghargai aku. Lucky me.

Hari berikutnya, Marlies aku kasih jarik juga, Doris aku kasih Sampul Hari Pertama prangko (SHP) hari flora dan fauna nasional tahun 1995 seri tumbuhan dan binatang langka, dan sebuah SHP tentang istana kepresidenan di Indonesia tahun 1998. Marion aku kasih SHP Reformasi, Philipp aku kasih SHP Bendera Indonesia, sedangkan Stefan kukasih SHP Presiden Habibie, SHP sir rowland hill dan Machael kukasih SHP peluncuran satelit palapa C tahun 1996.... koleksi-koleksi berhargaku. Ines dan theresa kukasih seplastik cengkih kering dari ibuku, mereka suka merokok yang ada cengkihnya dan masak masakan yang spicy....tidak seperti mahasiswa austria lain, ines suka masakan indonesia yang spicy. Dan ada satu lagi: Kai, dia agaknya ngejar Doris juga, dan akhirnya aku kasih keris “I give you my sword, my keris, do not mean I surrender to you, but it is as symbol that our people do not like war but if we threatened we will war. And it is as symbol of coronation, you are our ally” Kai pernah di wajib militer selama setahun dan dia melarikan diri, dengan bantuan orang tuanya yang super kaya. Lalu aku pindah lagi ke meja depan, dan banyak ngobrol dengan kelompokku, makin kohesif. Gabor yang selalu menjadi teman baikku selalu berusaha ngajak ngobrol dari yang santai hingga yang ringan, seperti tukar – tukaran cara mengikat dasi.

Di suatu makan malam aku bicara dengan Stefan, dia laki – laki yang agak aneh juga, aku juga bicara dengan Philipp dia nggak lancar bahasa inggrisnya, mereka bicara jerman, dan Machael juga ngajak aku ngobrol. Pembicaraan kami mengenai bagaimana saya bisa memulai hidup di Viena Austria jika aku hanya datang modal tiket pesawat dan visa. Namun ketiganya juga bingung menjawab dan akhirnya Ines, seorang Itali yang tinggal di Viena Austria menjelaskan panjang lebar. Ines berjanji akan membantuku hidup disana jika aku benar – benar ke Viena...ehm....kapan ya?

Di suatu makan malam pula, di sebuah resto mahal di jogja, entah namanya apa, aku semeja dengan profesorku tahun lalu di International Trade, dan aku bertanya, ”profesor, do you remember name Abdul Rahman Ismail?”---“Abdul Rahman Ismail? Wait a minute...ehm..aha...ismail?”---“ya, me, I was attending your class last summer” ---“what grade you got?”- “A-”-“ya, I remember you, your minus is your silent, and have you finished your study?” --- “I have finished my theory, the only remain to do is my thesis”—“ what is your major and what is your thesis all about?” “e-Business, my thesis about analysis of effectiveness marketing communication by means of friendster.com, a virtual social networking web site that famous in Indonesia”, ---“well it is interesting..keep moving on” “thank you”.

Suatu ketika aku tanya sesuatu, ke Phillip, dia aktor opera dan juga seniman pemalu di kampus Wu-Wien/ Viena university, selain belajar bisnis. Dia duduk sendiri dalam satu meja yang terdiri dari Aku, arum dan Aris. “philipp my friend, do you have a girl friend?” Arum tertawa, karena kami sepakat mau nggarapi dia. “no at the moment”, lalu arum bertanya,”Who is girl that interesting you? From Indonesia?” –“may be you”...hahaha.... semua ketawa, “how about Marion? I see you expect something from her”...”Ya may be”... “then ismail, do you have any Austrian girl interesting you?” aku jawab”Marion!!” dia langsung berubah raut muka, agak melas melas... kami semua tertawa... “I’m just kiding” “actualy I like Doris (aku benar benar suka dia), Birte, Marlies” lalu kami menyemangati dia untuk menggaet Marion. Dan akhirnya aku yang jadi tukang foto untuk memaksa mereka foto berdekatan dan mesra..... yang kuharapkan adalah mereka menghabiskan sisa liburan musim panasnya di Bali, dan mereka benar-benar kesana setelah summer university berakhir.

Kisah terus dimulai dan diisi dan harus diakhiri, (ini hanya sebuah program summer class), aku sendiri tak ingin semua ini berakhir. Di akhir cerita kami harus menyiapkan presentasi temuan kami atas kunjungan ke beberapa SME di jogja, menganalisinya, dan mengajukan usulan untuk perbaikan. Kami begadang di wisma MM, dan esoknya kami presentasi di faculty meeting room lantai 5, dihadapan pak kepala sekolah dan pak direktur MM serta profesor Austria. Akhirnya selesai juga dan dilanjutkan acara penutupan. Sebelumnya Gabor ngobrol dengan pak direktur MM, dosenku, dia nyinggung namaku. Dan setelah itu, pak direktur MM, berpidato ia menyebut namaku: ”.......lewat program ini kalian telah belajar dan berubah, beradaptasi secara kultural. Dulu Ismail...nah dia duduk dibelakang sana sekarang sambil tersenyum, dulu ismail sangat diam, namun tiga minggu ini dia sudah banyak ngomong, dan lihatlah wajahnya dia merasa sangat bahagia.........” dasar si Gabor kurang ajar.

Malamnya kami mengadakan farewell party. Dan aku menyanyi lagu diiringi orjen: bersamamu, kulalui, lebih dari seribu malam..............Tuhan bila masih ku diberi kesempatan...ijinkan aku untuk mencintanya... namun jika waktuku telah habis dengannya biar cinta hidup skali ini saja......
Melankolis memang, tapi yang benar – benar sedih malah si juliana (dia anak unpad 98). Walau aku sudah banyak ngomong dan aktif di kelas selam 3 minggu tetap saja aku mendapatkan peringkat mahasiswa paling Calm..... oh God kapan predikat itu lenyap dari hidupku. Dan yang tercantik adalah Marion (padahal aku udah voting Doris untuk yang tercantik) dan Yang tercakep adalah Abram, temanku yang sering nyanyi lagu kla JOGJA. Benar – benar menyedihkan, aku ingat ketika di singapura dulu, temanku Soo Jung Lee sempat menangis ketika acara farewell party...

Di depan wisma, kami berdiri lama, lebih dari satu jam. Kami saling berpelukkan, aku memeluk Gabor, machael, Phillipp.... semua.... tapi aku tidak memanfaatkan kesempatan itu untuk memeluk Doris, Birte, Marlies atau Marion, bahkan ines sudah siap – siap mnyentuhkan pipinya kepadku, tapi aku hanya menyalami mereka dengan erat....dan lama, terutama Doris. Aku berkata pada Marion bahwa aku akan berdiri di situ sampai semua orang pergi. Aku ingin melihat mereka sampai terakhir kali... tak ada yang pergi... akhirnya kami minum – minum di sagan resto sampai jam tiga pagi. Mereka semua minum bir bintang, aku cukup minum capucino. Dan aku ngobrol panjang lebar dengan mereka: Marion, Gabor, Ines, Mechael, sussane, philipp dan alex, koordinator mereka. “you have to come to viena, Ismail”---“I will but I do not know when, ich habe kein geld”. dan aku berkata ke alex”how about North america: Mexico city”—“ya...North america”....sebelumnya ada cerita tentang North america antara aku dan alex..tapi that was man business.

Begitulah tiga minggu yang indah bersama mereka, hidup terus berjalan dan berubah... tapi hidup bukan sesuatu yang keras... hidup cukup menyengankan untuk dilalui, seperti jalan menuju gunung lawu yang biru dan hijau berliku-liku dan kadang berkerikil.....

“you have the quisionaire that you have, you got the interviewee you got, you facing trouble you meet, like a perfect life, just how you manage it, organize it and maximize it”, pesan profesor elsik itu yang menyadarkanku tentang kenyataan hidup. Jalani, hadapi dan maksimalkan.

Thursday, June 21, 2007

UNUTTERABLE FEELLING

UNUTTERABLE FEELLING
Hari ini kulihat temanku menghisap cerutu, menghampiriku dan mengatakan sesuatu padaku:

Sebuah kisah tentang wanita yang telah membuat hancur hatinya. Ia ragu lalu bertanya padaku kenapa kedamaian susah ditemukan dan dirasakan. Aku berpikir sejenak, kuputuskan aku kesulitan menjawab tentang cinta dan kebenaran yang sejati, dan aku pun bertanya kenapa aku mencari sesuatu yang tak pasti.
Temanku berkata bahwa di hatiku tak ada rasa yang semestinya, yaitu rasa yang seharusnya ada di setiap insan. Aku dengan tegas membantah dan aku memilikinya tapi kini tertekan di dalam samudera biru yang dalam, tentang kebenaran yang memang kami inginkan.

Kami sama – sama bimbang dan tak bisa berkata – kata lagi, kemudian ….. Kuhisap cerutuku dalam – dalam.

Kamipun diam dalam keheningan malam.
Kami tak lagi bisa berkata – kata…..
Lalu kami hanya memandang bintang dan tak satupun terang, dan kini perasaan ku benar – benar tak terkatakan tentang nya…...

Kemudian.......

Alunan rasa menggelora didalam dada, mengalun merdu suara biola senja, mengisi sunyi, menapak di luasnya padang rerumputan, di taman yang semerbak harum bunga - bunga surga dengan segenap rasa. Rasa cinta ini alunan okestra senja merasuk jiwa didalam dada bersama harum wewangian angin surga yang mendamaikan hati.

Semakin malam dan kami terbayang sesuatu yang tak semestinya
Kisah dulu....................

Cinta mekar bunga rerumputan, embun pagi menetes dari pucuk – pucuk daun yang masih suci, Awan biru hamparan luasnya samudera angkasa, masih terasa bau hujan pertama di akhir kemarau panjang yang mencekik petani desa, kakekku, yang masih saja setia pada tanah kelahirannya yang pertama................

Kami tak berkata – kata…..
Lalu aku memeluk temanku erat dengan perasaan sahabat setia, kami berdua.

Suatu masa yang tak semestinya

Sepanjang rel kereta api tua, udara berhembus panas dan kering, rengekan bocah terlantar menangisi ibunya yang menghilang, sambil menatap gerbong – gerbong kosong dan berteriak tentang kepedihan hatiniya, yang seorangpun tak mau mengerti, yang seorangpun tak mau peduli, sebuah cinta..............kepedihan.
Luka didada tak begitu mudah bisa dihilangkan.Entahlah...

Kami berpelukan sangat erat, kami sama – sama ingin berteriak tentang suatu yang tak pasti, pengorbanan....

Disana duduk sendiri seorang gadis desa di ujung tebing kehancuran alam semesta menatap sang surya yang kembali pada mimpi dan takmau lagi menyinari mukas bumi, diiringi dentuman meriam kekejaman dan senapan tangan – tangan setan yang memberikan noda merah pada tanahnya.

Aku, temanku, kakekku, wanita itu? sesuatu yang tak semestinya.

Malam ini kami benar – benar bimbang tak mengerti, angan kami melayang di atas kabut malam, tak seperti itu yang kurasakan, tak ada kedamaian disana. Aku lalu pergi menuju matahari semoga saja aku bisa kembali kepada mimpi.

Suatu ketika aku menemui temanku dengan sebatang cerutu Kuba dan jabat tangan hangat dengan kata - kata penuh kepastian “Good Bye”. Aku bawakan wanita yang dulu telah membuat hancur hatinya.

Kini aku tak tahu mengapa

Terasa aneh dan menyesakkan dadaku ini, sungguh aku takmengerti, aku terus saja berjalan bersama angin yang berdebu dan kering.
Seperti biasa hujan yang dinantikan tak lagi mengguyur tanah yang merekah tempat petani desa yang setia pada kehidupanku.

Aku menatap alngit malam dan melupakan kisah lama.
Aku hanya diam tak bersuara
Aku tak lagi bisa berkata - kata

Perasaan ku benar – benar tak terkatakan tentang nya…...
(unutterable feeling ---ismail)